Sabtu, 01 November 2008

Menentang RUU Anti Pornografi

Keberadan RUU Anti Pornografi ini yang menurut saya sebuah langkah mundur menjadi negara merdeka. Sejak kapan negara ikut campur mengatur baju yang dikenakan warganya? Sejak kapan negara mengatur etika warganya? Bukannya itu adalah domain agama dan nilai masyarakat, bukan domain undang-undang dan hukum formal.

Negara kita, walaupun bukan negara agama, memang menomorsatukan agama termasuk memberi kesempatan dan perlidungan kepada warganya untuk beribadah dan menjalankan tuntunan agama yang dia anut. Dan ini dituangkan dalam Pancasila dan UUD ‘45.

Tetapi, tentunya tidak berarti undang-undang dan hukum harus berdasar pada aturan spesifik agama, apalagi aliran tertentu kan? Teman saya misalnya, memiliki keyakinan kalau seorang pria tidak boleh mengenakan pakaian yang terbuat dari sutra. Tapi ini tidak berarti semua orang laki-laki di Indonesia tidak boleh mengenakan pakaian dari sutra. Bagaimana orang yang menganut agama yang berbeda dengan teman saya? Apakah dia kehilangan hak-nya untuk mengenakan pakaian sutra karena dia minoritas? Kalau demikian, lalu dimana letak perlindungan terhadap hak asasi warga negara?

Bukannya pornografi dapat meningkatkan kejahatan seksual?

Ini yang ingin saya amati lebih lanjut, karena sampai saat ini saya belum pernah melihat ada sebuah bukti empiris yang mendukung teori tersebut. Dan sampai hal tersebut dapat terbukti, saya rasa pandangan tersebut hanya spekulasi dan mitos belaka. Sangat tidak pantas jika negara ini diatur oleh spekulasi dan mitos yang kesahihannya masih dipertanyakan. Apalagi RUU ini mengatur sesuatu yang batasnya tidak jelas. Apa batasan ‘mempertontonkan pinggul secara sensual?’ Bagi saya pinggul Sarah Azhari tidak sensual karena kurang ramping, tapi bagi orang di pedalaman, mungkin sudah sangat sensual karena disana jarang ada orang pamer pinggul.

Kenapa para Law Makers di DPR semakin sembrono? Saya yakin efek dari disahkannya RUU itu akan berdampak semakin banyak kejahatan seksual (pemerkosaan, dll) dan akan semakin banyak para wanita yang menjadi korban. Saya mendukung penolakan RUU ini. Kalau berbicara soal moral dan etika itu memang tergantung dari tiap individu masing-masing dan peran agama yang dianutnya, yang memang mengajar nilai-nilai moral dan etika, bukan larangan dari negara. Contoh: di Jepang saja yang memang negara terbuka dan sekuler memang peran agama sangat kurang. Pornografi dan pornoaksi ada dimana-mana (majalah, koran, komik, internet, sex club, prostisusi) dan sex bukan masalah yang tabu, akan tetapi kasus kejahatan sexual dan pelecehan sexual malah sedikit sekali dan UU untuk melindungi para wanita memang ada dan jelas, bukan melarang pornografi dan pornoaksi akan tetapi melarang pelecehan sexual. Secara kasar bisa dibilang, para kaum pria bisa menyalurkan “nafsunya” ke “channel” yang ada dari pada melakukan kejahatan dan pelecehan sexual ke para wanita. Perlu diketahui bahwa tipikal manusia itu adalah selalu ingin tau. Dengan kata lain, kalau ada ya dinikmati, tapi kalau tidak ada sampai kemanapun pasti akan dicari.

Melihat getolnya para anggota yang ada di DPR itu saya bertanya-tanya dalam hati jangan-jangan ini cuma RUU kejar setoran DPR seperti RUU Bahasa (yang melarang penggunaan bahasa asing di tempat umum) supaya DPR tidak dituduh tidak produktif selama masa kerjanya? Tapi ini hanya spekulasi saya saja.

Menurut detikcom, Komisi VIII DPR pernah memanggil Redaksi Playboy dan akan meminta untuk membatalkan penerbitan Playboy Indonesia. Kenapa? Karena majalah tersebut tidak edukatif dan melanggar norma-norma yang ada di Indonesia, demikian ujar ketua komisi VIII DPR Hazrul Azwar.

Lho apa lagi ini? Anggota dewan kok berspekulasi dan memvonis sembarangan. Ketika pemerintah campur tangan mengatur ethical issues, kok rasanya tidak seperti tinggal di negara otoriter ya?

Dengan logika yang digunakan para Wakil Rakyat, apakah kita juga perlu membuat UU Anti-Pisau, karena orang membunuh karena ada pisau? Atau lebih ekstrim lagi kita buat RUU Anti-DPR, karena banyak anggota DPR yang korupsi sehingga menghabiskan uang rakyat. (Hahahahaha...mimpi kali ye...)

Pendapat saya, dengan tidak ada bukti kalau pornografi menyebabkan kejahatan seksual, pemerintah (dan semua lembaga yang bernaung dibawah pemerintah) tidak dapat dengan seenaknya menerapkan UU tersebut, karena itu sama saja menjalankan negara dengan ‘feeling’. Menjalankan negara dengan ‘feeling’, tidak dapat ditoleransi, karena negara adalah hajat hidup seluruh rakyat Indonesia.

Negara kita sedang bergerak menuju arah yang menakutkan. Jelas sekali, ada kelompok-kelompok yang sedang memproyeksikan untuk merubah negara kita menjadi negara agama versi mereka. Anda lihat fraksi apa yang paling getol mendukung RUU anti pornografi ini? Fraksi “***”(censored). Anda tau berapa pimpinan Partai “***”(censored) yang beristri lebih dari 1? bahkan 4? Jadi mereka yang paling keras memaksakan UU ini tapi merekalah yang sebenarnya paling porno! Sampai-sampai istri satu tidak cukup, tapi pamer kesucian kemana-mana. Dan sayangnya trend sekarang di Indonesia adalah apapun yang berbau agama ditonjol-tonjolkan, seolah-olah semua yang berjubah suci itu suci, padahal mereka adalah orang-orang yang berwawasan sempit, munafik dan menjadi budak sistem pemikiran agama fundamentalis!!!

Menakutkan.

Pemuda Yang Berkarya Bagi Gereja Dan Bangsa

80 tahun sudah sejak Sumpah Pemuda di proklamirkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun apa yang sudah dilakukan oleh para pemuda Indonesia sampai pada saat ini khususnya para pemuda Gereja.

Pemuda selalu identik dengan kekuatan, semangat, dan keinginan yang menggebu-gebu untuk mencari makna hidup. Itu sebabnya, biasanya orang-orang mudalah yang menjadi pelopor penggerak berbagai perubahan. Sejak masa perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia hingga masa ketika mahasiswa-mahasiswa berjuang menentang kediktatoran pemerintah orde baru, bahkan hingga saat ini, pemuda selalu berada di garis depan perjuangan menentang ketidakadilan dan ketidakberesan yang terjadi baik dalam masyarakat ataupun negara. Pemuda yang memiliki idealisme tinggi dan hati yang murni dapat menjadi wakil yang peka dalam meresponi tantangan yang terjadi pada zamannya. Namun pada saat yang sama jika pemuda-pemuda kita terjerumus ke dalam hal-hal yang merusak, maka celakalah bangsa kita, karena mereka tidak lagi dapat menjadi barometer bangsa.

Maraknya kemajuan teknologi di berbagai bidang dapat menjadi peluang, tapi sekaligus menjadi ancaman bagi para pemuda kita. Jika mereka tidak dibekali dengan pengetahuan kebenaran, maka mereka akan mudah sekali menghalalkan semua cara untuk mencapai tujuan. Nah, bagaimana kemajuan teknologi ini bisa menjadi peluang untuk menggarap hati para pemuda bagi Kristus? Dunia internet sebenarnya memiliki peluang yang luas, untuk menjadi sarana pembentukan karakter kawula muda, tak terkecuali di Indonesia. Tetapi sayang, di bidang pelayanan Kristen khusus untuk kaum muda, kemajuan teknologi informasi ini relatif belum banyak dimanfaatkan.

Di tengah komunitas Kristiani, gereja sesungguhnya merupakan lembaga yang juga dapat berperan dengan lebih aktif dan lebih besar. Sejauh ini peran gereja di dalam pembinaan kaum muda berjalan biasa-biasa saja dan terkesan adem ayem. Komisi Pemuda yang ada di setiap gereja hanya menjalankan kegiatan rutinitas dari tahun ke tahun tanpa perubahan yang nyata dan berarti, dan sering tidak ada relevansinya dengan kenyataan yang dihadapi para pemuda. Gereja dengan para pemimpinnya masih amat sibuk dengan berbagai urusan gereja yang lain, dan tidak habis-habisnya, serta kurang mempedulikan pembinaan kaum muda. Gereja dan para pemimpinnya seolah-olah yakin bahwa Tuhan akan mengirim hamba-Nya pada waktunya nanti, dan kerena itu,walaupun tidak melakukan usaha-usaha pembinaan kaum muda secara sengaja dan nyata, gereja tidak perlu risau.

Saya tidak sependapat dengan pandangan di atas. Pembinaan bagi generasi muda bukanlah hal yang boleh dilakukan secara sambilan dan setengah hati. Di tengah persaingan yang makin ketat dan berat, di tengah berbagai tawaran dan godaan dunia yang begitu gencar dan menarik, saya yakin bahwa komunitas Kristiani tetap melakukan upaya-upaya pembinaan kaum muda secara sengaja dan tepat guna, agar mereka dapat dipersiapkan sebagai kader bangsa.
.
Pembinaan generasi muda adalah hal yang tidak dapat ditunda lebih lama, sebab selama ini banyak terabaikan. Pembinaan ini tentu bukan hanya dengan kurikulum baku yang sejauh ini lebih banyak mengisi ‘otak’ ketimbang ‘hati’. Pembinaan generasi muda diharapkan bersifat utuh dan padu, sehingga dapat melengkapi mereka untuk bersikap matang dan dewasa, serta dapat mengambil keputusan-keputusan secara etis dan bertanggung jawab agar mereka dapat menjadi pemimpin masa depan.

Yesus itu adalah orang muda. Ia pun mati dalam usia muda, 33 tahun. Hidup, karya, wafat, dan kebangkitanNya adalah hidup, karya, wafat, dan kebangkitan-Nya sebagai orang muda. Panggilan dan perutusan diterimanya ketika Dia masih muda. Saat ia mengajar, saat ia bekerja, berkarya, mengumpulkan murid-murid, saat bersedih, saat bergembira, adalah warna warni di masa mudanya.

Sebagai orang muda, Yesus juga bukan orang yang selalu tampil sebagai anak yang saleh dan alim. Sering, ia membuat banyak kerepotan dengan orang-orang tua. Tak jarang, ia beradu argumen dengan para tua-tua dan imam-imam mengenai tafsir Kitab Suci. Yesus ditampilkan sebagai anak muda yang kadang memberontak dan tidak taat pada aturan. Meski sikap berontaknya dilakukan demi nilai yang lebih tinggi, yakni kemanusiaan. Ambil contoh, Yesus mengizinkan para murid memetik bulir gandum pada hari Sabat. Padahal, di hari Sabat orang dilarang untuk bekerja.

Banyak pemikiran kritis dan radikal Yesus muncul. Ia mengkritik penguasa yang lalim dan tidak adil. Ia mengkritik habis para ahli taurat dan orang Farisi yang sok jagoan menguasai Kitab Suci dan hidup dalam kepura-puraan. Ia pun mengkritisi berbagai aturan sosial yang hanya menguntungkan penguasa ketimbang rakyat banyak. Misalnya soal pajak dan aturan hari Sabat. Suara Yesus sering terdengar vokal dan sering membuat sakit hati para tua-tua dan imam-imam. Bahkan, kebandelan Yesus ini sudah ia tampak semenjak kanak-kanak. Yusuf dan Maria dibuatnya kelimpungan mencari ke sana kemari dan menemukan Yesus sedang asyik berdiskusi di Bait Allah.

Sebagai orang muda, Yesus senang bersahabat dengan siapa saja. Dengan anak-anak, para perempuan, para orangtua, pejabat pemerintah, para penjahat, gelandangan, dan sebagainya. Masa muda yang kreatif, optimis, dan bersemangat.

Tapi, sikap kritis, solidaritas Yesus dengan rakyat jelata, membuat sebagian orang tua dan para imam-imam tidak suka padanya. Beberapa kali, Yesus mau dijebak dan mau disingkirkan Tapi, saking cerdasnya, Yesus selalu menang dan menuai rasa iri dan sakit hati mereka. Tapi, akhirnya Yesus bisa diseret juga ke ruang penjagalan. Yesus akhirnya mati sebagai korban konspirasi para tua-tua, imam-imam kepala, dan politik saat itu. Yesus pun akhirnya mati muda. Tapi, iman kita menyakini bahwa derita, kematian, dan kebangkitan Yesus inilah keselamatan dari Allah. Boleh donk, dikata bahwa Karya Penyelamatan Allah di dunia ini diperantarai oleh orang muda. Orang muda bernama Yesus. Boleh juga dikatakan bahwa ternyata Tuhan kita adalah orang muda.

Para Pemuda Gereja memiliki tantangan bersama menghadapi berbagai persoalan gereja dan bangsa. Mari kita selesaikan dengan cara-cara sederhana, tapi bermanfaat luar biasa. Oleh karena itu, setia pada perkara kecil, maka akan dipercayakan pada kita perkara yang besar. Laksanakanlah tugas kita masing dalam dunia kerja kita, lingkungan, keluarga dan gereja." Mari buktikan bahwa kita dapat Berkarya Bagi Gereja dan Bangsa.