Sebanyak 38 partai nasional sudah dinyatakan lolos oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai peserta Pemilu 2009. Serentak di berabgai sudut di kota di tanah air, atribut partai marak di ruang publik. Maklum kampanye sudah dimulai dan akan berlangsung kurang lebih sembilan bulan.
Kini partai pun tengah sibuk mengatur strategi untuk merebut simpati publik. Para pengurus partai tentu ingin mendulang suara paling banyak untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Kalau berhasil menjadi mayoritas, tentu partai ingin menempatkan jagonya ke kursi presiden.
Indonesia memasuki fase politik yang dramatis sejak tumbangnya penguasa orde baru Soeharto. Hanya dalam waktu kurang dari sepuluh tahun rakyat Indonesia sudah mengalami empat kali pergantian presiden. Padahal normalnya dua kali karena masa jabatan presiden lima tahun.
Tahun depan rakyat Indonesia kembali akan memilih pemimpinnya. Sebelum pemilihan presiden, rakyat Indonesia akan memilih para wakilnya yang akan duduk di deretan kursi empuk di Gedung Senayan. Siapa wakil rakyat yang akan duduk di parlemen? Para elite partai-lah yang memilihkannya untuk rakyat, kemudian rakyat yang akan mengeksekusi, apakah si fulan layak jadi anggota DPR/D atau tidak.
Strategi partai untuk merebut simpati publik antara lain mencoba mewacanakan untuk mengusung kader muda ke kursi parlemen. Strategi lainnya, partai membuka lowongan atau kesempatan kepada masyarakat yang bukan kader partai untuk jadi caleg. Dan yang tak kalah serunya, partai juga mencoba mengajak orang-orang yang sudah dikenal publik, baik selebritis maupun tokoh publik untuk jadi caleg dari partainya.
Selebritis jadi caleg bukan fenomena anyar, karena sudah dimulai tahun 2004. Ada yang sukses jadi caleg, bahkan kemudian sukses di pilkada, tapi ada juga yang kandas seperti Nurul Arifin. Marissa Haque sukses jadi anggota legislatif tapi kandas di pilkada Banten. Dede Yusuf sukses di legislatif dan pilkada Jabar. Rano Karno kandas di Pilgub DKI tapi kemudian sukses di pilkada Kabupaten Tangerang.
Kini lebih marak lagi, baik dari kalangan selebritis maupun tokoh intelektual lainnya yang kemudian tergiur juga jadi caleg menjelang 2009 ini. Kalau selebritis sudah merasa cukup populer, maka tokoh intelektual atau ketua partai kini sibuk menjajakan citra dirinya di layar televisi, baik dalam bentuk tayangan iklan atau muncul dalam momen-momen acara yang menarik, seperti jadi komentator sepak bola atau acara menarik lainnya. Strategi ini sah-sah saja karena merupakan bagian dari marketing politik.
Tapi dari fenomena gencarnya para selebritis berbondong-bondong jadi caleg, tokoh partai atau pun intelektual menjajakan citra diri ke hadapan publik lewat tayangan televisi, belum ada satu pun dari mereka yang mencoba menarik simpati dengan cara mengangkat isu yang kini membuat rakyat trauma dalam memandang citra parlemen. Rakyat luka dan trauma melihat moralitas anggota parlemen.
Citra parlemen kini babak belur akibat ulah anggota parlemen sendiri. Mulai dari kasus korupsi yang menimpa anggota komisi IV, korupsi BLBI yang juga menyeret nama - nama anggota parlemen dari komisi IX, hingga bejatnya moral karena skandal seks, seperti yang dilakukan Yahya Zaini dan Max Moein.
Para anggota parlemen yang seharusnya membela kepentingan rakyatnya, kenyataannya malah berlomba mengeruk keuntungan, dengan cara memalak para pejabat eksekutif, baik pejabat eksekutif maupun perbankan, lalu menghamburkannya dengan pamer harta dan bermain wanita. Para anggota parlemen yang ditahan akibat terlibat korupsi memang hanya segelintir, begitu pula yang terungkap skadal seks. Tapi siapa yang tahu kalau kasus yang terungkap itu hanyalah ibarat gunung es.
Di tengah citra parlemen yang baunya busuk dan bermunculannya para caleg baik dari kalangan selebritis, tokoh partai maupun dari kalangan intelektual, sungguh patut dipertanyakan. Apakah mereka ingin memulihkan citra parlemen dengan membela kepentingan rakyat, atau sama saja ingin ikut memperburuk citra parlemen? Kalau mereka ingin memulihkan citra parlemen, mengapa tak berani mengangkat isu korupsi dan skandal seks yang melibatkan anggota parlemen? Mengapa mereka hanya menebar pesona demi memperluas popularitas dengan isu yang hanya basa basi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar